Minggu, 17 Januari 2010

Swamedikasi

Swamedikasi dasar hukumnya permekes No.919/MENKES/PER/X/1993, secara sederhana swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Namun bukan berarti asal mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat yang sesuai dengan penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut.

Dalam asuhan kefarmasian, swamedikasi adalah salah satu hal yang harus dilakukan dengan baik. Seperti kita ketahui saat pasien mengusahakan untuk mendapatkan obat, seharusnya apoteker tidak melepaskan obat begitu saja, meskipun obat bebas. Hal yang harus dicermati adalah mengamankan pasien dari obat dan penyakit, sebagai tujuan utama dalam swamedikasi.


Pada swamedikasi, pemahaman apoteker tentang obat dan penyakit merupakan hal yang harus dikuasai dan tidak bisa ditawar. Karena tidak mungkin kita bisa mengamankan masyarakat dari keduanya bila apoteker tak memahami keduanya. Pemahaman apoteker terhadap obat secara umum tidak menjadi masalah, tetapi pemahaman terhadap penyakit umumnya sangat kurang. Bukannya kita ingin menjadi pengobat seperti doker, tetapi diharapkan kita bisa mengawal masyarakat dan tahu kapan masyarakat harus ke dokter.


Sering kali pasien memaksakan diri agar apoteker mampu mengobati penyakitnya, tetapi bila dirasakan penyakit harus dirujuk, apoteker harus mampu merujuk pada saat yang tepat. Philosofi yang saya gunakan dalam swamedikasi adalah keamanan lebih penting dari pada semuanya, semisal manjur, tetapi tidak aman juga tidak ada gunanya. Sering kali saya harus menjelaskan kepada pasien, bahwa obat yang bagus selalu dengan urutan aman, efektif dan efisien. Keamanan selalu diletakan pada posisi pertama. Dan kalau dalam usaha swamedikasi tidak berhasil pasien harus mengunjungi dokter.


Saya selalu mengatakan bahwa kemanan adalah hal yang sangat penting. Dan saya sangat menghargai dokter bila ukuran klinis adalah hak mereka. Boleh kita bicara gejala penyakit, diagnosa dan lain sebagainya, tetapi derajat sakit bukanlah wilayah kita. Sebaiknya kita berhati hati didalam swamedikasi dan tetap mengutamakan kepentingan pasien yaitu selamat dalam penggunaan obat dan sediaan farmasi lain.

Kriteria obat yang digunakan?

Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep:

1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.

2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.

3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan

4. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan

5. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia

6. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Jenis obat yang digunakan

1. Obat bebas (OTCà Over the counter) à tanpa resep dokter Obat bebas:

- obat bebas : tanda lingkaran hitam, dasar hijau

- obat terbatas : tanda lingkaran hitam, dasar biru

2. Obat Wajib Apotek (OWA) Merupakan obat keras tanpa resep dokter, tanda: lingkaran hitam, dasar merah

3. suplemen makanan

Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas kemauan sendiri tanpa nasehat dokter


Keuntungan swamedikasi adalah tersedia obat yang dapat digunakan di rumah kita dan akan menghemat waktu yang diperlukan untuk pergi ke dokter yang jauh dari tempat tinggal. Kerugiannya bila keluhan yang dialami dinilai salah dan bila penggunaan obat kurang tepat, terlalu lama, atau dalam dosis yang terlalu besar.


Bagaimana cara menggunakan obat?

1. Tablet

Ditelan dengan segelas air, sebaiknya dengan posisi tubuh tegak dan setelah digigit menjadi 3-4 bagian kecil. Jika ditelan tanpa atau terlalu sedikit air atau dalam posisi terbaring, maka terdapat resiko akan tersangkutnya tablet di kerongkongan.
2. Kapsul

Seperti tablet, kapsul diletakkan di atas lidah dan ditelan dengan cukup banyak air dengan posisi tegak, berdiri, atau duduk. Bila sukar ditelan, maka kapsul dilunakkan dalam air untuk beberapa saat dan jangan sampai kedua tabung dibuka untuk mengeluarkan obatnya.

3. Serbuk

Serbuk ditaburkan pada segelas air, aduk agar obat melarut kemudian baru diminum. Bilaslah gelas dengan sedikit air untuk sisa obat yang melekat.
4. Obat kumur

Setiap kali berkumur, selama 2-3 menit agar obat diberi kesempatan untuk bekerja. Sesudahnya obat dikeluarkan dan jangan ditelan.

5. Salep

Dengan tangan yang bersih, keluarkan sedikit obat dan oleskan setipis mungkin pada kulit.

6. Serbuk tabur

Taburkan sedikit pada serbuk pada kulit dan digosok dengan hati-hati.

7. Tetes mata

Terlebih dahulu tangan dicuci dengan baik, kepala didongakkan dan mata diarahkan ke atas. Dengan jari telunjuk, kelopak mata bawah ditarik ke bawah sehingga terbentuk selokan kecil. Wadah dipegang antara jempol, telunjuk, jari tengah dan tangan disandarkan pada dahi tepat di atas mata. Jatuhkan beberapa tetes ke dalam selokan kecil dan dengan jari tengah menekan pada hidung di sisi ujung dalam dari mata supaya tetesan tidak segera mengalir keluar, kemudian mata ditutup selama satu menit.

Untuk anak kecil (kurang dari 10-12 tahun), supaya berbaring dengan mata tertutup rapat. Kemudian jatuhkan satu atau dua tetes pada ujung mata di sisi hidung. Bila anak membuka matanya, tetesan akan masuk dengan sendirinya ke dalam mata.


Kapan dan dengan Apa Obat Harus Diminum?


1. Sebelum atau sesudah makan?

Obat diminum sebelum makan, karena adanya makanan di dalam lambung akan menghambat pelarutan dan penyerapan obat. Obat diminum sesudah makan atau pada saat makan, karena obat harus melarut dalam lemak agar dapat diserap dengan baik. Jika obat ini diminum pada saat perut kosong, dapat menimbulkan mual dan muntah serta akan mmengiritasi lambung.
2. Berapa kali sehari?

Lama kerja obat berbeda-beda. Ada obat yang diminum1,2,3, aataun 4 kali sehari. Obat yang harus ditelan 1x sehari umumnya ditelan pagi hari, bila tidak diberi petunjuk lain. 2x sehari artinya obat diminum tiap 12 jam, 3x sehari artinya obat diminum tiap 8 jam dan 4x sehari artinya obat diminum tiap 6 jam. Bila takaran 4x sehari sukar diwujudkaan, sebaiknya obat diminum sebelum dan sesudah tidur pada malam hari, serta 2 kali lagi dibagi rata sepanjang hari.
3. Dengan air, limun, atau susu?

Sebaiknya obat diminum dengan air putih. Susu tidak selalu layak diminum dengan obat, karena mengandung kalsium, khususnya zat-zat antibiotik seperti halnya tetrasiklin. Ini karena kalsium dapat mengikat tetrasiklin, sehingga obat dari usus/saluran pencernaan tidak dapat diserap oleh darah.


Bagaimana Cara Menyimpan Obat?

Semua obat sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk, dalam wadah asli dan terlindung dari lembab cahaya.

Tanda-tanda Kerusakan Obat

Suatu obat telah menjadi rusak bial terjadi perubahan warna, larutan yang bening menjadi keruh atau berjamur, bentuk dan baunya berubah. Obat yang rusak tidak boleh diminum, karena akan dapat membentuk zat-zat beracun atau menjadi tidak berefek pada tubuh. Pada waktu membeli obat, sebaiknya dilihat tanggal kadaluwarsanya, juga bungkusan aslinya apakah masih dalam keadaan baik atau sudah rusak.


Antibiotik
Obat yang tergolong antibiotic. Dalam pemakaiannya harus dihabiskan untuk menghindari kambuhnya penyakit. Bila masih ketinggalan sisa akibat dari bagian obat yang tidak habis, maka sisa obat tersebut tidak boleh disimpan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar